Selasa, 13 Januari 2009

Media dan jalur gaza


Sementara militer Israel khusyuk membombardir 1.5 juta penduduk Gaza, media menyaksikan sebuah dilema simalakama—karena di satu sisi mereka terluka mengabarkan semua itu, namun di sisi lainnya, mereka juga berusaha mencari-cari pembenaran atas ulah sang agresor barbar itu.
Tapi, tak ada yang mengejutkan dalam hal ini; orang-orang Israel sudah memperkirakan semua opini media massa terhadap aksinya, juga karena yang terpenting, Israel sudah jauh-jauh hari (selama enam bulan lebih) membuat kerja sama dengan negara-negara Arab.

Beredar sebuah pertanyaan di kalangan pers AS; apakah sebuah terorisme atau agresi terhadap penduduk sipil bisa dibenarkan? Jawabannya jelas tidak sama dengan kejadian 150 tahun lalu ketika Yahudi dibantai Nazi Jerman—dibandingkan dengan orang-orang Palestina sekarang ini. Negara-negara yang kuat secara militer seperti Israel, AS, Rusia, Cina selalu menyebut korban perjuangan sebagai teroris.

Indonesia
Sementara di indonesia tak jauh beda, hampir semua media seakan takut memberitakan kemalangan rakyat palestina. Dari sebelas stasiun TV nasional, hanya TV one yang cukup berimbang dalam memberitakan tragedi kemanusiaan ini.

Lain halnya dengan stasiun TV yang lain, mereka hanya sibuk dengan gosip ariel dan luna maya atau ulah keluarga azhari.Bahkan SCTV menayangkan azan magrib saja tidak mau. Stasiun TV ini cukup sibuk dengan cinta Fitri yang entah sudah berapa sesion.

Apakah media seperti ini yang dipilih oleh pemirsa muslim sebagai tontonan wajib mereka???

Selanjutnya indonesia dan negara-negara ini gagal mengenali jenis teror yang terjadi di Chechnya, penyembelihan Palestina, represi Tibet dan pendudukan AS atas Iraq dan Afghanistan. negara-negara adidaya, selalu seperti biasanya jumawa dalam mendefinisikan semua arti perlawanan; yang mereka beri label dalam satu stigma—teroris. Dan media-media yang ada sekarang, apa lacur, dipunyai oleh mereka, dan media-media ini lah yang menyebarkan stigma dan citra itu ke seluruh penjuru dunia.